Selasa, 01 Oktober 2019

Efek Dakwah dan Tahap Perubahan Perilaku


EFEK DAKWAH DAN TAHAP PERUBAHAN PERILAKU







Oleh:
Vita Nur Amalia (B94219102)
Zahro'atul Iftitah N.R (B94219103)
Zanuba Arifah Amrya (B94219104)
Kelas D3
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, M.Ag
Asisten Dosen I:
Ati’ Nursyafa’ah, M.Kom.I
Asisten Dosen II:
Baiti Rahmawati, S.Sos
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN AMPEL SURABAYA
2019


KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah yang diberikan-Nya sehingga tugas ini dapat kami selesaikan, sholawat dan salam tak lupa kami haturkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Dalam kesempatan ini kami ingin berterimakasih kepada Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, M.Ag, ibu Ati’ Nursyafa’ah, M.Kom.I, serta ibu  Ati’ Nursyafa’ah, M.Kom.I yang telah memberikan bimbingan dan kepercayaannya kepada kami untuk mengerjakan tugas ini.
Saya berharap buku ini dapat memberikan sebuah kontribusi bagi usaha pengembangan dakwah islam saat ini, dan mampu mendorong pembacanya untuk menyebarkan dakwah islam dengan baik dan maksimal.
                               Surabaya. 20 September 2019


                                    Penulis


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................                     i
DAFTAR ISI...........................................                   ii
BAB I PEMBAHASAN
A.    Persuasi Dakwah...............................                  1
B.     Tahap Perubahan Prilaku...................                 7
C.     Evaluasi Dakwah .............................                 10
BAB II PENUTUP
Kesimpulan........................................                 16       
DAFTAR PUSTAKA.............................                  17





BAB I
PEMBAHASAN
A.    Persuasi Dakwah
1.      Pengertian Komunikasi Persuasif
Myers dan Myers (1992 : 4-6) mengemukakan bahwa secara garis besar ada enam tujuan komunikasi. Tujuan tersebut adalah :
a. Memahami lebih jauh tentang diri sendiri, untuk menemukan siapakah dirinya.
b. Memahami lebih jauh tentang orang lain, untuk mengurangi ketidakpastian mengenal hubungannya dengan orang lain di sekitarnya.
c. Memahami dunia sekitarnya.
d. Saling berbagi pengalaman dan membantu orang lain.
e. Untuk membujuk atau mempengaruhi orang lain.
f. Untuk hiburan, bermain, dan melepaskan ketegangan dalam berkomunkasi dan jenis-jenis yang lain.[1]
Komunikasi persuasif adalah komunikasi yang dilakuakan dengan tujuan mempengaruhi dan membujuk orang lain agar menuruti permintaan, perintah, atau menyetujui suatu argument tersebut.  Secara khusus Bettinghaus (dalam Dahnke & Clattern buck, 1990 : 234) menekankan adanya tiga unsur penting dalam komunikasi persuasif, ketiga unsur tersebut adalah (a) usaha yang disengaja, (b) perubahan tingkah laku, (c) penyampaian pesan.[2]
2.      Pengertian Dakwah Persuasif
Usaha untuk memengaruhi pendapat, pandangan, sikap, ataupun tingkah laku seseorang, dapat ditempuh cara koersif, yaitu dengan cara paksa, bila perlu disertai dengan terror-teror yang dapat menekan batin dan menimbulkan ketakutan. Selain itu, ada cara persuasif, yaitu dengan mempengaruhi jiwa seseorang, sehingga dapat membangkitkan kesadarannya untuk menerima dan melakukan suatu tindakan. Dakwah termasuk jenis cara kedua.[3]
Dakwah bersifat persuasif artinya berusaha mempengaruhi manusia untuk menjalankan agama sesuai dengan kesadaran dan kemauannya sendiri  bukannya dengan jalan koersif (paksaan), sebab pemaksaan adalah perampasan hak asasi manusia. [4]
Perintah dakwah dengan kata “Serulah…” yang terdapat dalam al-Qur’an surat an-Nahl [16] ayat 125, adalah perintah dakwah persuasif dan bukan secara koersif maupun intimidatif.[5] Allah SWT, telah berfirman:

3.      Metode Dakwah Persuasif
Jika dakwah persuasif dengan metode ceramah, pembicara dapat menggunakan alat-alat psikologis, agar menghasilkan kesan yang mendalam (Suwito Kusumowidagdo) dalam T.A. Lathief Rousydy, 1989; 286-290)[6], yaitu :
1.      Docare
Docare yaitu meyakinkan audiensi dengan menerangkan, menjelaskan , dan membuktikan kebenaran isi dakwah, serta menunjukkan tidak benarnya pendapat orang lain yang bertentangan menggunakan beberapa bukti untuk mendukungnya.
2.      Permover
Permover yaitu cara menggerakkan perasaan dan kemauan audiensi dengan jalan directe pathetiek, yakni dengan kekuatan perasaan dan keyakinannya, pembicara melahirkan kata hatinya dengan penuh semangat yang menyala-nyala. Di samping itu juga dengan jalan indirecte pathetiek, yaitu dengan tidak mengemukakankata-kata yang tegas dan kuat untuk menggambarkan apa yang dimaksud bersandar pada imajinasi pendengar.
3.      Conciliare
Conciliare yaitu cara menarik perhatian pendengar terhadap isi ceramah, dengan cara :
a.       Menunjukkan pentingnya masalah
b.      Menunjukkan bahwa pendengar mempunyai kepentingan langsung dengan masalah tersebut
c.       Menggunakan sopan santun ceramah
d.      Memperhatikan cara- cara bicaranya
e.       Menghias pokok pembicaraan yang mestinya tidak begitu baik, tetapi perlu dikemukakan , dengan kata-kata sedemikian rupa hingga tidak menyinggung perasaan halus audiensi.

4.      Frapper Toujour (Pukul terus)
Frapper Toujour, teknik persuasi yang artinya “pukul terus” ini merupakakan cara yang telah teruji untuk menanamkan suatu pengertian atau paham hingga mendalam. Maksud cara ini ialah dengan berulang-ulang dan tegas pengertian atau paham itu dikemukakan, dipuji, supaya pendengar hafal mengetahui betul-betul ,dan akhirnya timbul kepercayaan kepadanya.[7]
5.      Simbolik
Simbolik yaitu cara memberi gambaran tentang apa yang dimaksudkan dalam pesan ceramah dengan bahasa lambang . Pembicara harus berpikir dan berbicara dengan gambaran (lambing-lambang) yang telah didengar oleh pendengar.
6.      Sensasi
Sensasi yaitu sesuatu yang dapat memaksa pendengar  menaruh perhatian kepada pembicara.  Memaksa pendengar untuk mendengarkan tersebut dilakikan dengan mengemukakan :
a.       Apa saja yang serba hebat, serba besar, serba lain dari biasa
b.      Apa saja yang serba baru yang belum pernah dialami
c.       Apa saja yang tidak terduga atau tersangka
d.      Apa saja yang serba melebihi harapan dan sebagainya di dalam cara menyampaikan undangan, menyusun acara, dalam mencari kata-kata. Sensasi tentu saja harus digunakan dalam batas-batas etika retorika.
7.      Sugesti
Sugesti yaitu sesuatu yang dapat menimbulkan keyakina tanpa berpikir lebih lanjut. Sensasi dan sugesti haruslah bekerja bersama. Keduanya tidak dapat dipisahkan . keduanya dapat memberikan kepastian batin kepada audiensi .
8.      Prestise
Prestise yaitu suatu kekuatan dalam diri sesorang yang menyebabkan orang lain segera membuka jiwanya untuk menerima dan memercayai ucapannya . Prestise biasanya biasanya dimiliki seseorang setelah ia menunjukkan  jasa-jasa yang luar biasa yang menimbulkan rasa hormat orang kepadanya. Pembicara yang memiliki prestise yang tinggi lebih mudah diikiti isi pesannya oleh audiensi .[8]
Menurut kaidah umum bahwa jika suatu usaha untuk mencapai tujuan tertentu menggunakan pendekatan yang tepat, maka tujuan akan tercapai. Demikian pula dakwah,  obyeknya akan segera mengikuti seruan dakwah jika telah dilaksanakan dengan pendekatan dan metode yang tepat. [9]
4.      Faktor Pendukung Dakwah Persuasif
a.       Pesona dari da’i
Dakwah memerlukan para da’i yang muhlis, giat dan dinamis karena seorang da’i adalah pendidik dan pembangun bangsa[10]
Dilihat dari fungsi tesebut , maka da’i mengemban tugas berat sebagai agen pembangunan yang berkewajiban menyampaikan ajaran Islam kepada manusia dan menjaga umat agar tidak tergelincir dalam jurang berbahaya.[11]

b.      Maddah (Materi Dakwah)
     Maddah adalah isi pesan atau materi yang disampaikan da’i kepada mad’u. Dalam hal ini sudah jelas bahwa yang menjadi maddah dakwah adalah ajaran Islam itu sendiri. Oleh karena itu membahas apa yang menjadi maddah dakwah adalah membahas ajaran agama islam itu sendiri, sebab semua ajaran islam yang amat luas itu daoat dijadikan maddah dakwah.[12]
5.      Faktor Penghambat Dakwah Persuasif
Menurut Mar’at (1982) hambatan komunikasi persuasif di sebabkan oleh faktor internal dan eksternal , factor internal berupa:
a.       Presepsi Sosial
b.      Posisi Sosial
c.       Proses Belajar Sosial
Sedangkan faktor eksternal , hambatan komunikasi persuasif dapat disebabkan oleh dalam member penguatan kepada sasarannya. .
B. Tahap Perubahan Perilaku
    Menurut Majdi Hilali dalam bukunya, setiap Perubahan perilaku melewati tiga tahapan besar, yaitu akal, hati, dan hawa nafsu. Akal. Jika pemikiran manusia bersumber dari perasaan dan berpusat pada hati, maka yang menggerakkan perasaan itu adalah pikiran. Hati. Pemikiran menjadi pijakan dalam perbuatan namun tetap berlandaskan pada hati. Hawa nafsu. Rasa keinginan diri untuk melakukan sesuatu yang disenangi diri.[13] Proses perubahan mitra dakwah setelah mendapat pesan-pesan dakwah dapat melalui berbagai macam tahap dan cara yang berbeda.
Dakwah selalu diarahkan menuju tiga aspek pada diri mitra dakwah. Yang pertama Efek Kognitif, Efek Afektif, Efek Behavioal. Perubahan sendiri pun harus berdasarkan keingingan dan kemauan diri sendiri.

1.      Efek  Kognitif

Efek kognitif adalah efek yang muncul pada mitra dakwah setelah mendapat pesan-pesan dakwah secara Informative. Disini mitra dakwah akan mencoba memahami secara logika tentang kebenaran pesan dakwah yang disampaikan oleh pendakwah. Diharapkan setelah mendengar pesan yang di sampaikan oleh pendakwah, mitra dakwah dapat mengubah pola pikirnya mengenai sesuatu hal yang berhubungan dengan hal tersebut menuju pemikiran yang lebih benar dan terbuka.

2.      Efek Afektif

 Efek Kognitif adalah efek yang ditimbulkan melalui sikap. Seorang mitra dakwah akan menunjukkan reaksinya ketika mendapat pesan-pesan dakwah dengan cara menolak atau menerima. Sikap adalah sama dengan proses belajar dengan 3 variabel sebagi penunjangnya, yaitu: perhatian, pengertian dan penerimaan. [14]. Tujuan dari komunikasi massa seperti ceramah adalah bukan hanya sekedar memberitahu public mengenai sesuatu tetapi juga mengajak khalayak atau media dakwah untuk turut merasakan hal tersebut. [15] Sebagai contoh ketika suatu media informasi memberi kabar bahwa seorang artis papan atas terjerat kasus narkoba, berbagai tanggapan muncul dari para masyarakat, ada yang marah, mencaci, bahkan ada yang mendukung. Beberapa sikap diatas lah yang dinamakan efek afektif, menunjukan melalui perbuatan.

3. Efek Behavioral
Behavioral adalah efek yang timbul setelah timbulnya dua efek sebelumnya, bisa berupa tindakan atau tingkahlaku yang merealisasikan pesan yang di sampaikan sang pendakwah. Seseorang akan bertindak dan bertingkahlaku setelah ia melewati proses pemahaman tentang apa yang ia ketahui kemudian merasakan apakah hal itu suatu yang benar atau salah, baru melakukan sebuah tindakan yang seharusnya ia lakukan. Mitra dakwah di harapkan bias menyaring informasi dengan baik dan benar lalu dapat mengamalkan dengan perbuatan sesuai dengan tuntunan yang benar dari seorang pendakwah yang menyampaikan hal tersebut. Jika dakwah telah menyentuh aspek behavioral, maka dakwah dapat di katakan berhasil dengan baik, dan inilah tujuan final dakwah.[16]
Dakwah merupakan upaya mengubah masyarakat dari suatu tingkat keberagamaan tertentu ke tingkat yang lebih tinggi.[17]Dengan dakwah yang komunikatif dan cara yang tepat akan membuat mitra dakwah akan berangsur-angsur melakukan perubahan pada dirinya, entah dari segi pikiran, sikap, maupun perbuatan. Dakwah tidak akan pernah sia-sia jika di sampaikan dengan baik dan cara yang benar. Tanpa kekerasan dan pemaksaan. Jiwa yang tenang dan terarah akan membawa perubahan yang signifikan terhadap pola pikir yang sebelumnya salah menjadi benar. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri mitra dakwah menjadikan dakwah sebagai penyelamatan. Dakwah dalam pengertian pencegahan atau sering disebut nahi mungkar adalah menjaga manusia tidak terperosok dalam kesalahan atau dosa dan tidak mengalami degredasi manusia.[18] Manusia atau mitra dakwah akan sedikit demi sedikit membuka pikiran dan menyadari kesalahannya lalu kembali ke jalan yang benar, dengan begitu dakwah telah menyelamatkannya dari perbuatan mungkar, disinilah dakwah berperan sebagai penyelamatan.
C. Evaluasi Efek Dakwah
Dakwah adalah kegiatan untuk meningkatkan iman seseorang atau kelompok. Sehingga ketika dakwah dilakukan oleh pendakwah dengan melakukan pendekatan, strategi, metode, pesan, dan media yang digunakan, maka akan timbul beberapa respon dari orang yang menerima dakwahnya.
Evaluasi efek dakwah sering kali diabaikan oleh kebanyakan pendakwah baik perorangan maupun lembaga. Kebanyakan mereka setelah dakwah disampaikan maka selesailah dakwah tersebut. Padahal, evaluasi itu sangat penting untuk penentuan rencana dakwah yang akan dilakukan berikutnya. Tanpa melakukan evaluasi dakwah, maka kesalahan-kesalahan yang merugikan tujuan dakwah itu akan terulang kembali. Sebaliknya, dengan mengevaluasi dakwah secara cermat maka kesalahan akan diketahui dan penyempurnaan pada langkah-langkah berikutnya. Oleh sebab itu perencanaan dakwah harus berdasarkan hasil evaluasi sebelumnya. Tanyakan kepada panitia kekurangan dan kelebihan acara sebelumnya. Sehingga di acara yang akan diadakan pendakwah bisa meningkatkan kelebihannya.[19]
Evaluasi efek dakwah harus dilaksanakan secara radikal dan komprehensif, artinya tidak setengah-setengah. Seluruh komponen sistem dakwah harus dievaluasi secara lengkap. Bahkan, evaluasi akan lebih baik jika melibatkan para pendakwah lain, tokoh masyarakat, dan para ahli. Pendakwah harus inklusif (memakai sudut pandang orang lain) disamping pekerjaannya dengan menggunakan ilmu. Jika evaluasi tersebut telah menghasilkan keputusan, maka segera diikuti tindakan korektif (teliti).
Kalau evaluasi dapat terlaksana dengan baik, maka terciptalah suatu perjuangan di dakwah tersebut. Dalam agama, kegiatan tersebut termasuk ihtiar insani, yaitu usaha maksimal untuk suatu tujuan sebelum berserah diri  tawakkal) akan hasil usahanya kepada Allah.
Pada dasarnya evaluasi mencakup seluruh komponen dakwah yang dikaitkan dengan tujuan dakwah yang telah ditetapkan dengan hasil yang dicapai. Evaluasi selalu menggunakan perencanaan yang berisi tujuan sebagai tolak ukurnya. Dengan demikan, dakwah yang tidak terencana berarti dakwah yang tidak dievaluasi hasilnya.
Oleh sebab itu, setelah persuasi dakwah dilakukan, perlu dilaSkukan evaluasi. Rousydy (1989: 335-337) menetapkan beberapa hal yang harus dievaluasi sebagai berikut:
1.      Penyajian pesan komunikasi
Penyajian pesan komunikasi adalah tahap pertama dalam proses persuasi. Walaupun dakwah bukan satu-satunya faktor yang menentukan, tetapi tahap ini sangat penting. Oleh sebab itu seorang pendakwah harus memahami masyarakat yang akan menerima dakwahnya.[20] Hal ini berhubungan dengan materi yang akan disampaikan. Kesesuaian materi dengan tingkat pengetahuan dan kondisi masyarakat akan berpengaruh lancarnya proses dakwah. Penyajian pesan dapat dilakukan melalui saluran atau media, yaitu alat atau media yang digunakan untuk menyampaikan isi dakwahnya kepada pendengar.[21] Saluran atau media yang digunakan harus merujuk pada pesan yang akan disampaikan. Maka dari itu komunikasi yang baik juga sangat penting untuk berdakwah. Di dalam berdakwah, yaitu kegiatan yang menyeru dan mengajak orang untuk beriman dan taat kepada Allah. Seseorang harus memerhatikan pesan yang akan disampaikan, jika seseorang tidak mampu berkomunikasi (lisan maupun tulisan) dengan baik di depan publik, maka dia tidak mempunyai etika komunikasi yang baik dalam  berdakwah.
2.      Perhatian
Setelah dakwah sudah disampaikan kepada orang yang menerima dakwah baik pendengar ataupun pembaca. Tidak mungkin kita dapat memengaruhi seseorang lewat kata yang diucapkan maupun tulisan, jika orang tersebut tidak menaruh perhatian terhadap isi pesan dakwah yang disampaikan. Bertambahnya perhatian pendengar pada dakwah karena sering mendengar dan mengalami dalam hidup pendengar. Adanya perasaan perhatian pada dakwah, dapat mendekatkan pendengar pada Allah SWT. Semua itu menamhahkan pendengar terhadap maksud dan tujuan dakwah.[22] Perhatian bisa datang dari luar (eksternal) bisa juga dari dalam (internal). Faktor dari luar secara psikologi biasa memiliki sifat-sifat lebih menonjol, misalnya karna pergerakan atau pengulangan.
a.       Prinsip pergerakan
Secara psikologi, pergerakan dapat menarik perhatian manusia. Benda kecil yang bergerak lebih menarik dari pada benda besar yang diam, maka dari itu pendakwah setidaknya menggerak-gerakan tangannya dan kepalanya agar pendengar tertuju kepadanya.
b.      Prinsip pengulangan
Secara psikologi, perulangan mendengar, perulangan perjumpaan dan pengulangan dapat menarik perhatian.[23]
3.      Pemahaman­­­­
Setelah pendakwah mendapat perhatian dari orang yang menerima dakwah, maka apakah mereka dapat memahami apa yang disampaikan dengan baik. Apakah akan timbul masalah salah paham, salah tafsir, atau salah menjelaskan. Karna tidak mungkin kita memengaruhi orang, jika mereka tidak memahami maksud dan tujuan pendakwah. ­­­­­
4.      Tunduk pada pesan pembicara
Sejauh mana pendengar dan pembaca meyakini isi pesan yang telah dipahami. Tunduk pada pesan pembicara tidak akan terjadi, jika pendengar dan pembaca belum meyakini kebenaran isi dakwah dan keuntungan yang didapat dengan mematuhi pesan tersebut, setidaknya mereka bisa menghindari kerugian yang terjadi menimpa mereka.
5.      Penahanan dalam ingatan
Jika pendengar sudah minat dan tunduk pada pesan pembicara, maka sejauh mana mereka menahan dalam ingatan mereka. Penahanan yang dimaksud tidak hanya bersifat sementara. Agar pendengar dapat mengingat isi pesan dakwah, pendakwah bisa menggunakan kisah-kisah dalam Al-Qur’an. Dengan menggunakan kisah-kisah dalam Al-Qur’an pesan-pesan yang terkandung dalam Al-Qur’an dijadikan pelajaran dalam hidup si pendengar/pembaca.
6.      Tingkah laku
Pendengar dakwah harus benar-benar melaksanakan tingkah laku sesuai dengan harapan pendakwah. Isi pesan yang disampaikan dapat berhasil atau tidaknya ditentukan dengan penilaian:
1.      Bahwa pendengar telah merasa dan berfikir seperti apa yang dirasakan pembicara.
2.      Bahwa pendengar dapat memahami isi pesan dengan baik.
3.      Bahwa pendengar sudah paham dan sependapat dengan pembicara.
4.      Bahwa pendengar sudah yakin seyakin-yakinnya atas isi pesan yang disampaikan.
5.      Bahwa pendengar sudah bertingkah laku seperti yang dimaksud dan tujuan isi pesan
6.      Bahwa pendengar rela berkorban untuk membela kebenaran isi pesan.
Dalam komunikasi jika pendakwah tidak mencapai tujuan yang direncanakan, pendengar tidak bisa disalahkan. Pembicara harus intropeksi diri untuk mengetahui kesalahan nya dan penyebabnya, sehingga isi pesan tidak mencapai tujuan.[24]



BAB II
PENUTUP

KESIMPULAN
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi persuasif itu tidak mudah, namun bukan berarti tidak mungkin dilakukan. Dikatakan tidak mudah karena banyak hambatan yang merusak berlangsungnya komunikasi. Dalam komunikasi yang saling bergantung antara unsur satu dengan unsur lainnya, gangguan komunikasi bisa saja terjadi pada semua elemen atau unsure-unsur yang mendukung terlaksananya komunikasi, termasuk unsur pendukung, seperti lingkungan. Namun, dikatakan bisa ditempuh karena hambatan itu bisa di hindari dan diatasi.
Perubahan prilaku biasanya melalui beberapa tahapan, yang pertama akal, kedua hati, dan ketiga hawa nafsu. Efek yang terjadi pada mitra dakwah setelah menerima pesan-pesan dakwah ada tiga, yaitu, Efek Kognitif, Efek  Afektif, dan Efek Behavioral. Efek kognitif efek yang bersifat informative. Efek Afektif efek yang menimbulkan efek dapat merasakan secara emosional. Dan yang terakhir adalah efek behavioral yaitu efek yang menyebabkan mitra dakwah benar-benar dapat merubah sikap sesuai dengan pesan yang disampaikan oleh pendakwah. Jika seorang mitra dakwah sudah mencapai fase behavioral maka dakwah tersebut bisa dikatakan sukses. Oleh karna itu evaluasi dakwah diperlukan agar tidak mengulangi kesalahan-kesalahan sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Aziz, Moh Ali. Ilmu dakwah. Jakarta: Kencana. 2017.
Bisri, Hasan. Ilmu Dakwah Pengembangan Masyarakat. Sidoarjo: CV.Cahaya Intan XII. 2014.
Syarif, Faqih. Menjadi Dai Yang Dicintai. Jakarta:PT. Gramedia. 2011.
Mudjiono, Yoyon. Teknik Komunikasi dalam Pembelajaran. Surabaya: Dakwah Digital Pers. 2009.
Ridla, Rosyid dkk. Pengantar Ilmu Dakwah. Yogyakarta: Penerbit Samudra Biru. 2017.
SSholeh, Shonhadji. Sosiologi Dakwah. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Pers. 2011.
Syahputra, Iswandi. Komunikasi Profetik. Bandung: Refika Offset. 2007.
Aswadi. Debat Terbuka. Surabaya: Dakwah Digital Pers. 2009.

Ilahi, Wahyu. Komunikasi Dakwah. Bandung: PT.Remaja Rosdakary.  2010.
Karlina, Siti. Komunikasi Massa. Jakarta: Penerbit UT. 1999.
Arifin, Anwar. Dakwah Kontemporer Sebuah Studi Komunikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2011.
Amin, Samsul Arifin. Ilmu Dakwah. Jakarta: Penerbit Amzah. 2009.
Najamuddin. Metode Dakwah Menurut Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani. 2008.
Pirol, Abdul. Komunikasi Dan Dakwah Islam. Di https://books.google.co.id/ ( di akses 24 ‎August ‎2019 )
Faizah, dkk. Psikologi Dakwah. di https://books.google.co.id/  ( di akses 24 ‎August ‎2019 )
Andaara, Mahestha Rastha. Tak Kenal Maka Tak Dakwah. Jakarta: Elex Media Komputindo. 2019,
Mahmud, Ali Abdul Halim. Dakwah Fardiyah. Di https://books.google.co.id/ ( di akses 19 September 2019 )




[1] Yoyon Mujiono, Teknik Komunikasi dalam Pembelajaran, (Surabaya: Dakwah Digital Pers,2009), h. 15
[2] Yoyon Mujiono, Teknik Komunikasi dalam Pembelajaran, (Surabaya: Dakwah Digital Pers,2009), h. 16
[3] Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah  Cet 6, (Jakarta: Kencana, 2017), h.382
[4] Hasan Bisri, Ilmu Dakwah Pengembangan Masyarakat Cet 1, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Pers, 2014), h. 27
[5] Ibid.
[6] Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah  Cet 6, (Jakarta: Kencana, 2017) , h 382
[7] Ibid.
[8] Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah Cet 6 (Jakarta: KENCANA, 2017)  hh 382-   385
[9] Hasan Bisri, Ilmu Dakwah Pengembangan Masyarakat, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Pers, 2014) , h. 140
[10] N. Faqih Syarif H, Menjadi Da’I Yang Dicinta,  (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2011) ,  h. 32
[11] M. Rosyid Ridla, Afif Rifa’I, Suisyanto, Pengantar Ilmu Dakwah,(Yogyakarta: Penerbit Samudra Biru, 2017) , h. 118.
[12] Hasan Bisri, Ilmu Dakwah Pengembangan Masyarakat, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Pers, 2014) , h. 59

[13] Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, Cet.6 (Jakarta, Kencana, 2017), h.389.
[14] Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, Cet.6, (Jakarta, Kencana, 2017), h.391.
[15] Siti Karlinah, Komunikasi Massa, (Jakarta: Penerbitan UT, 1999)
[16]  Siti Karlinah, Komunikasi Massa, (Jakarta,  Penerbitan UT, 1999)
[17] Shonhadji Sholeh, “Ilmu Dakwah” dalam Jurnal Vol.9 No.1 April 2004
[18] Shonhadji sholeh, Sosiologi Dakwah, Cet.1 (Surabaya, IAIN Sunan Ampel, 2011).
[19] Mahestha Rastha Andaara, Tak Kenal Maka Tak Dakwah, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2019), hh 193
[20] Najamuddin, Metode Dakwah Menurut Al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008),  hh. 29
[21] Abdul Pirol, Komunikasi Dan Dakwah Islam, diakses dari https://books.google.co.id/, pada tanggal 24 ‎August ‎2019 pukul ‏‎12.45
[22] Ali Abdul Halim Mahmud, Dakwah Fardiyah, diakses dari https://books.google.co.id/, pada tanggal 19 September 2019 pukul 09.30.
[23] Faizah, dkk. Psikologi Dakwah, diakses dari https://books.google.co.id/, pada tanggal 24 ‎August ‎2019 pukul 12.50.
[24] Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, Cet 6 (Jakarta: Kencana, 2017), hh. 396-398



MAKALAH "KEPEMIMPINAN, PENDEKATAN DARI SEGI CIRI KHAS, PERILAKU PERORANGAN, DAN SEGI SIFAT"

  KEPEMIMPINAN, PENDEKATAN DARI SEGI CIRI KHAS, PERILAKU PERORANGAN, DAN SEGI SIFAT   Oleh : Ilma Ainur Rohmantiya (B94219078) Vina ...