Kamis, 14 Januari 2021

MAKALAH "KEPEMIMPINAN, PENDEKATAN DARI SEGI CIRI KHAS, PERILAKU PERORANGAN, DAN SEGI SIFAT"

 

KEPEMIMPINAN, PENDEKATAN DARI SEGI CIRI KHAS, PERILAKU PERORANGAN, DAN SEGI SIFAT

 

Oleh :

Ilma Ainur Rohmantiya (B94219078)

Vina Arifatun Nisa        (B94219101)

Zanuba Arifah Amrya   (B94219104)

 

Kelas D3

 

Dosen Pengampu :

M. Adi Trisna wahyudi, S.Sos., MM.

 

 

PRODI MANAJEMEN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2020

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

 

Dalam sebuah organisasi, baik yang dibentuk secara formal maupun informal membutuhkan sebuah kepemimpinan untuk dapat mencapai tujuan dari organisasi tersebut. Kepemimpinan adalah proses pengarahan dan mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan tugas dari anggota kelompok. Untuk lebih mempermudah dalam memahami kepemimpinan tersebut perlu digunakan beberapa pendekatan. Peran seorang pemimpin begitu sangat urgensi. Karena pada dasarnya, manajemen atau administrasi organisasi tentunya akan sangat dipengaruhi oleh tindakan pemimpin. Terkait kepemimpinan, sesungguhnya baru dapat berjalan jika seorang pemimpin berusaha untuk mempengaruhi orang lain, baik lewat arahan, himbauan, saran, bimbingan, dan sebagainya. Kepemimpinan yang sangat diharapkan tentunya yang bersifat efektif.

Guna mencapainya, maka sudah selayaknya sifat kepemimpinan harus berubah jika terjadi perubahan pada tugas kelompok, komposisi orang dalam kelompok atau pada situasi kelompok.Selain itu, untuk menjalankan kepemimpinan secara efektif perlu adanya pemahaman terkait pendekatan-pendekatan apa saja yang ada di dalam sebuah teori kepemimpinan. Pendekatan-pendekatan tersebut diantaranya, pendekatan segi ciri khas, perilaku, sifat pada kepemimpinan.

Dengan pengetahuan dan pemahaman yang baik terkait berbagai pendekatan kepemimpinan tersebut, harapannya kita dapat memilih dan mengaplikasikan mana pendekatan yang menurut kita sesuai dengan apa yang kita butuhkan. Hingga dalam implementasinya, terwujud suatu sistem kepemimpinan yang efektif dan efisien serta mampu membawa organisasi menuju perubahan yang lebih baik lagi. Oleh karena itu, kepemimpinan sangat diperlukan bila suatu organisasi ingin sukses. Oleh karena itu, kepemimpinan sangat diperlukan bila suatu organisasi ingin sukses. Terlebih lagi pekerja-pekerja yang baik selalu ingin tahu bagaimana mereka dapat menyumbang dalam pencapaian tujuan organisasi, dan paling tidak, gairah para pekerja memerlukan kepemimpinan sebagai dasar motivasi eksternal untuk menjaga tujuan-tujuan mereka tetap harmonis dengan tujuan organisasi.[1]

 

1.2  Rumusan Masalah

A.    Apa pengertian kepemimpinan ?

B.     Apa saja teori kepemimpinan?

C.     Apa saja sumber dan dasar kekuasaan kepemimpinan ?

D.    Apa saja contoh kepemimpinan di Indonesia ?

 

1.3  Tujuan

A.    Untuk Mengetahui pengertian kepemimpinan.

B.     Untuk Mengetahui teori kepemimpinan.

C.     Untuk Mengetahui sumber dan dasar kekuasaan kepemimpinan.

D.    Untuk Mengetahui contoh kepemimpinan di Indonesia.

 

 

 

 

 


 

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Kepemimpinan

Kepemimpinan merupakan subjek dan objek yang menarik dan tidak membosankan untuk dipelajari, diteliti, ditulis, didiskusikan, diseminarkan, dan direfleksikan baik oleh orang awam, akademik, peneliti, maupun praktisi. Hal itu karena aspek dinamis yang terkandung di dalamnya. Posisi kepemimpinan dalam fungsi manajemen erat kaitannya dengan fungsi manajemen yang mengandung kata leading dan directing.[2]

Berhasil tidaknya suatu usaha pencapaian tujuan yang telah ditentukan itu sebagian besar akan ditentukan oleh kemampuan pemimpin, yang memegang peranan penting dalam rangka menggerakkan orang-orang/bawahannya. Keterampilan kepemimpinan (leadership skill) yang baik dan efektif sangat penting untuk membangun, mendorong dan mempromosikan kualitas bukan kuantitas produksi dalam perusahaan yang kuat dan akhirnya meraih keberhasilan. Oleh karena itu, keahlian dalam memimpin sangat dibutuhkan untuk meningkatkan eisiensi dan mencapai tujuan organisasi.[3]

Kata leadership pertama kali muncul tahun 1700-an kepemimpinan didefinisikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi pengikut agar menjadi taat hormat, setia dan mudah bekerja sama (Gill: 2009).[4] Definisi ini adalah definisi yang paling lama dan menjadi dasar bagi definisi kepemimpinan.  Pengertian kepemimpinan ada banyak sekali. Namun ada beberapa pengertian yang dihimpun, di antaranya[5] :

a.       Menurut Ordway Tead dalam Kartoni (2011: 80) kepemimpinan adalah kegiatan memengaruhi orang-orang agar mereka mau bekerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

b.      Soekanto (2002: 163) menyatakan bahwa kepemimpinan (Leadership) adalah kemampuan seseorang (yaitu pemimpin atau leader)  untuk memengaruhi orang lain (yaitu yang dipimpin atau pengikut-pengikutnya) sehingga orang lain tersebut bertingkah laku sebagaimana dikehendaki oleh pemimpin tersebut.

c.       Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge (2009) menyatakan bahwa " Leadership as the ability to influence a group toward the achievement of a vision or set of goals”  (Kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah prestasi dari suatu visi atau sasaran.

d.      Robert P. Vecchio (2006) dalam bukunya Organizational Behavior; Core Concept; menyatakan bahwa: "Leadership can be defined as a process through wich a person tries to get organizational members to do something that the person desires" (Kepemimpinan dapat digambarkan sebagai suatu proses seseorang untuk mencoba sampai kepada anggota organisasi dalam melakukan sesuatu yang orang menginginkannya)

Dari beberapa definisi kepemimpinan diatas diketahui bahwa Kepemimpinan adalah proses oleh seseorang atau kelompok mencoba untuk mempengaruhi tugas-tugas dan sikap-sikap orang lain terhadap sebuah akhir dari hasil yang dikehendaki. Mempengaruhi merupakan inti dari kepemimpinan. Agar seseorang dapat menjadi pemimpin yang efektif, dia harus mampu mempengaruhi orang ain agar mau menjalankan permintaan, mendukung proposal, dan mngimplementasikan kebijakan. Dalam organisasi besar efektivitas manajer tergantung pada kekuatan pengaruhnyanterhadap atasan dan rekan sejawat dan juga pengaruhnya terhadap bawahan.[6]

2.2  Teori Kepemimpinan

Teori kepemimpinan sendiri merupakan suatu generalisasi dari perilaku pemimpin dan konsep kepemimpinannya dengan menitikberatkan pada latar belakang historis, sebab akibat dan  sifar-sifat utama kepemimpinan. Kartono (2005: 51) mendefinisikan bahwa teori kepemimpinan adalah penggeneralisasian suatu perilaku pemimpin beserta konsep-konsep kepemimpinannya.[7]

Teori Kepemimpinan dapat dibedakan menjadi empat yaitu teori sifat, teori perilaku, teori situasional dan teori atribusi.[8]

a.       Teori Sifat.

Studi awal tentang kepemimpinan yang dilakukan  pada tahun 1940an-1950an memusatkan perhatian pada sifatsifat dari pemimpin. Para peneliti mencoba menemukan  karakteristik-karakterisitik individual yang membedakanpemimpin yang berhasil dan pemimpin yang yang gagal. Ralp Stogdill mengidentifikasikan enam klasifikasi dari sistem kepemimpinan, yaitu karakteristik fisik, latar belakang sosial, intlagensia, kepribadian, karakteristik hubungan tugas, dan karakteristik sosial.

Bruce sangat yakin bahwa beberapa orang terlahir sebagai pemimpin. Orang "alami" ini akan selalu berperforma lebih baik dalam peran kepemimpinan daripada orang yang tidak memiliki kualitas bawaan yang diperlukan. Keyakinan ini berarti Bruce menganut teori kepemimpinan berbasis sifat. Sepanjang sejarah, pemimpin yang kuat biasanya digambarkan dengan ciri-ciri mereka. Oleh karena itu, penelitian kepemimpinan telah lama berusaha untuk mengidentifikasi kepribadian, sosial, fisik, atau atribut intelektual yang membedakan pemimpin dari non-pemimpin. Dalam penelitian terbaru, file teori sifat kepemimpinan berfokus pada kualitas dan karakteristik pribadi, beberapa di antaranya telah terbukti sangat memprediksi kemampuan kepemimpinan.[9]

b.      Teori Perilaku.

Brittany sangat yakin bahwa kepemimpinan adalah keterampilan yang diperoleh. Pemimpin dibuat, bukan lahir.Mereka diciptakan dengan mengajari orang-orang serangkaian perilaku tertentu yang telah terbukti efektif. Keyakinan ini berarti bahwa Brittany menganut teori perilaku kepemimpinan. Teori perilaku kepemimpinan menyiratkan bahwa kita dapat menentukan efektivitas kepemimpinan oleh perilaku pemimpin, dan mungkin melatih orang untuk menjadi pemimpin.[10]

Selama tahun 1950an, ketidak puasan dengan pendekatan teori sifat dengan kepemimpinan mendorong ilmuan perilaku untuk memusatkan perhatiannya pada perilaku pemimpin tentang apa yang diperbuat dan bagaimana ia melakukannya. Dasar dari pendekatan gaya kepemimpinan diyakini bahwa pemimipin yang efektif menggunakan gaya (style) tertentu mengarahkan individu atau kelompok untuk mencapai tujuan tertentu. Berbeda dengan teori sifat, pendekatan perilaku dipusatkan pada efektivitas pemimpin, bukan pada penampilan dari pemimpin tersebut. Teori perilaku menekankan pada dua gaya kepemimpinan yaitu gaya kepemimpinan beorientasi tugas (task orientation) dan orientasi pada karyawan (employ orientation). Orientasi tugas adalah perilaku pimpinan yang menekankan bahwa tugas-tugas dilaksanakan dengan baik dengan cara mengarahkan dan mengendalikan secara ketat bewahannya. Orientasi Karyawan adalah perilaku pimpinanyang menekankan pada memberikan motivasi kepada bawahan dalam melaksanakan tugasnya dengan melibatkan bawahan dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan tugasnya, dan mengembangkan hubungan yang bersahabat saling percaya mempercayai dan saling menghormati diantara anggota kelompok.

c.       Teori Situasional

Selama akhir tahun 1960an, peneliti menyadari keterbatasan dari pendekatan perilaku, maka mereka kemudian mengembangkan suatu pendekatan baru tentang perilaku yang memusatkan pada teori situasional yang lebih komplek. Apa yang telah dilakukan oleh peneliti teori sifat dan perilaku telah meletakkan fondasi yang penting untuk mempelajari kepemimpinan dalam organisasi karena hasil dari dua pendekatan tersebut secara kuat menyarankan bahwa cara yang efektif memimpin adalah tergantung pada situasi. Salah satu tugas manajer yang penting adalah mendiagnose dan menilai faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinanya. Mendiagnose meliputi mengidentifikasi dan memahami faktor-faktor yang berpengaruh. Situasi yang perlu didiagnose oleh manajer meliputi empat bidang, karakteristik manajerial, karakteristik bawahan, struktur kelompok dan sifat tugas, dan faktorfaktor organisasi.

d.       Teori Keatribusian.

Menurut model ini, bahwa pemimpin pada dasarnya adalah pengolah informasi. Dengan demikian pemimpin akan mencari berbagai informasi tentang mengapa sesuatu itu terjadi, dan mencoba mencari penyebabnya yang akan dipergunakan sebagai pedoman perilaku pemimpin.

2.3  Sumber dan Dasar Kepemimpinan

Dengan kekuasaan, pemimpin dapat memengaruhi perilaku para bawahannya. Hersey, Blanchard dan Natemeyer (Thoha, 2010) menyatakan bahwa seorang pemimpin seharusnya tidak hanya menilai perilakunya sendiri untuk memengaruhi orang lain, tetapi juga harus mengerti posisi mereka dan bagaimana cara menggunakan kekuasaan untuk memengaruhi orang lain sehingga menghasilkan kepemimpinan yang efektif. [11]

Kekuasaan (power) seringkali diartikan sebagai pengaruh (influence) atau otoritas (authority). Seseorang memiliki kekuasaan dikatakan sebagai seseorang yang berpengaruh atau seseorang mempunyai otoritas/wewenang untuk melakukan sesuatu. Pengertian kekuasaan seperti yang dikemukakan oleh Walter Nord (Thoha, 2010) adalah kemampuan untuk memengaruhi aliran, energi, dan dana yang tersedia untuk suatu tujuan yang berbeda secara jelas dengan tujuan lainnya. Definisi kekuasaan juga banyak dikemukakan oleh para ahli lainnya seperti Bierstedt yang mengemukakan kekuasaan adalah kemampuan untuk menggunakan kekuatan, Roger mengemukakan kekuasaan adalah suatu potensi dari suatu pengaruh. [12]

Secara sederhana, kepemimpinan adalah setiap usaha untuk memengaruhi, sementara itu kekuasaan dapta diartikan sebagai suatu potensi pengaruh dari seorang pemimpin. Jadi kekuasaan merupakan salah satu sumber seorang pemimpin untuk mendapatkan hak untuk mengajak atau memengaruhi orang lain. Sedangkan otoritas dapat dirumuskan sebagai suatu bentuk khusus dari kekuasaan yang biasanya melekat pada jabatan yang ditempati oleh pemimpin. Dengan demikian, otoritas adalah kekuasaan yang disahkan (legitimatized) oleh suatu peranan formal seseorang dalam suatu organisasi. Sumber kekuasaan dapat ditelusuri dari pernyataan Machiavelli pada abad ke-16 yang menyatakan bahwa hubungan yang baik itu tercipta dari rasa cinta (kekuasaan pribadi) dan rasa takut (kekuasaan jabatan). Dari hal tersebut lah Amitai Etziomi membahas sumber kekuasaan, yaitu kekuasaan jabatan (position power) dan kekuasaan pribadi (personal power). Dari sekian banyaknya pernyataan yang menyatakan sumber kekuasaan, pandangan French dan Raven (Thoha, 2010) mendapat perhatian yang cukup luas.[13]

Mereka membagi sumber kekuasaan menjadi lima, yaitu:

a.    Kekuasaan keahlian (expert power)

Kekuasaan ini ada sebagai akibat dari keahlian atau kepakaran yang dimiliki oleh seorang pemimpin. Kekuasaan ini didasarkan pada pengetahuan, keahlian, kecakapan dan kemampuan seseorang dalam suatu bidang tertentu.

b.    Kekuasaan legitimasi (legitimate power)

Seseorang akan memiliki kekuasaan legitimasi bila orang tersebut memiliki jabatan tertentu. Semakin tinggi jabatan yang dimiliki, maka semakin besar kekuasaan atau pengaruh yang dimilikinya. Seorang pemimpin yang memiliki kekuasaan legitimasi tinggi akan cenderung untuk memengaruhi orang lain karena dia merasakan memiliki hak atau wewenang yang diperoleh dari jabatan dalam suatu organisasi.

c.    Kekuasaan referensi (referent power)

Kekuasaan referensi adalah kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin karena pemimpin tersebut memiliki karisma atau kepribadian yang menarik. Dengan demikian pemimpin yang memiliki kepribadian menarik akan mampu memengaruhi bawahannya.

d.   Kekuasaan penghargaan (reward power)

 Kekuasaan penghargaan adalah kekuasaan yang dimiliki pemimpin bersumber dari kemampuan pemimpin untuk memberikan hadiah, penghargaan atau upah kepada bawahannya sehingga semangat kerja bawahannya bisa meningkat.

e.       Kekuasaan paksaan (coercive power)

Kekuasaan paksaan adalah kekuasaan yang dimiliki oleh seorang pemimpin karena pemimpin tersebut memiliki posisi yang sangat kuat. Kekuasaan ini bertentangan dengan kekuasaan penghargaan karena kekuasaan penghargaan memberikan hadiah atau penghargaan sedangkan kekuasaan paksaan memberikan hukuman (punishment) atas kinerja yang buruk dari bawahannya. Setiap pemimpin tentu harus berhati-hati dalam menggunakan kekuasaan ini karena pada prinsipnya tidak ada orang yang menginginkan mendapatkan hukuman. Pada perkembangan pemikiran selanjutnya, Raven menambahkan sumber kekuasaan yang keenam, yaitu kekuasaan informasi (information power). Kemudian pada tahun 1979, Hersey dan Goldsmith menambahkan sumber kekuasaan yang ketujuh yaitu kekuasaan koneksi (connection power).[14]

2.4       Contoh Kepemimpinan di Indonesia

Pembicaraan mengenai kepemimpinan Indonesia sebenarnya persoalan yang sangat kompleks. Jika merujuk pada tataran diakronis, Indonesia terbagi atas beberapa rangkaian waktu. Rangkaian waktu yang paling nampak didasarkan pada sistem kepemimpinan negara, seperti masa kolonial Belanda, Jepang, Orde Lama, Orde Baru, Demokrasi, dan sebagainya. Rangkaian waktu yang lebih spesifik dapat didasarkan oleh pemimpin negara di kala itu. Pengelompokan kepemimpinan berdasarkan kepala negara sebenarnya merupakan hal yang cukup mudah untuk dilacak, alasannya setiap kepala negara mempunyai sistem baru dalam pemerintahannya. Seperti pada zaman Soekarno dengan rezim nasionalis-populisnya, lalu Suharto dengan rezim orde barunya, dan setelah Orba tumbang muncul rezim electrical regime.[15]

Jika beranjak pada beberapa dekade sebelumnya, persoalan kepemimpinan turut menjadi persoalan yang menarik untuk dikaji. Sistematika persoalan pun berbeda dengan kini, walaupun jika dibayangkan dalam tataran yang terwujud sebagai pola permainan beberapa agen kuasa dalam memperebutkan teritori dan sumber daya, baik alam maupun manusia.

Kekuasaan yang mutlak pada hampir segala dinas administratif bersama dengan hirarki kompleks satu sistem pemerintahan serta pembatasan aktivitas partai politik, memberi pemerintahan orde baru kekuasaan yang nyaris tidak terbatas untuk mengatur aktivitas institusi maupun individu. Kerangka semacam ini memberi ruang yang amat sempit bagi pengaruh kerakyatan terhadap kalangan birokrat dan program pembangunan. Kekuasaan pimpinan tradisional tidak mempunyai arti yang besar dibandingkan dengan kekuasaan menyeluruh milik Suharto. Kekuasaan dan kepemimpinan yang mendarah daging pun terlaksana dengan program-program yang wajib dilakukan.

Program yang penuh dengan dogma kuasa dari pemerintahan pusat. Kepemimpinan tradisional pun diredup oleh kekuasaannya. Hal yang paling dapat dirasakan adalah banyaknya oknum militer jawa yang menjadi kepada daerah di sebuah daerah. Tentu hal ini sangat meredupkan kepemimpinan tradisional, dan menguatkan pimpinan pusat. Pemerintahan Indonesia tidak berhenti di era Orde Baru, terdapat era demokrasi yang diusung oleh para mahasiswa dalam menggulingkan kekuasaan Suharto di tahun 1998.[16]

Terbentuknya era demokrasi nampaknya sedikit berubah dengan sistem kepemimpinan. Pada saat itu rentetan tuntutan yang pada ahirnya membawa pelaku politik dalam pertarungan sengit. Munculnya tuntutan yang pada satu sisi berisikan jaminan bagi kebebasan kelompok dan individu sedang pada sisi lain, menuntut pertanggung-jawaban kekuasaan sebelumnya telah memaksa penguasa transisi untuk diharuskan memberi respons. Dari telaah barusan, bahwa suara terkekang semakin muncul ke permukaan, dan merunut dua hal yang sebelumnya tidak didapat di era orba, kebebasan bersuara dan pertanggung-jawaban atas masa lalu. Selain itu ideologi yang diinginkan masyarakat adalah otonomi, putra daerah pun mulai bermunculan walau terasa sangat masif tanpa adanya filter yang ideal.[17]

Demokrasi memberikan masyarakat bersuara, hal ini tidak terjadi pada era sebelumnya, era orde baru. Era demokrasi pun berganti wajah kepemimpinan, namun nampaknya kita belum benar mengetahui maksud demokrasi itu sendiri. Sistem pemerintah menjadi sangat terbuka tanpa adanya kurasi yang baik. Walaupun demikian adapun ihwal yang disukuri, beberapa putra daerah muncul secara serius dan mulai memimpin daerahnya masing-masing. Seperti pada beberapa putra daerah yang menjabat gubernur, Ridwan Kamil, Tri Rismaharini, Basuki Tjahja Purnama, Ganjar Pranowo, dan beberapa lainnya. Tidak hanya itu, bahkan belakangan ini pemimpin daerah yang bersinar pun turut dipercaya memimpin negara. Tidak dapat ditampik bahwa kita akan selalu mencari formulasi ideal, seorang pemimpin terpusat layaknya Sukarno dan Suharto, hingga pemimpin daerah yang menjadi pusat layaknya Joko Widodo, semua dapat dinilai berdasarkan atas kontekstual dari konstelasi yang terjadi.

Pada dasarnya Joko Widodo merupakan wujud atas pemimpin teritori yang berhasil dalam melancarkan kekuasaannya dengan baik. Akhirnya pemimpin teritori yang lebih kecil dapat menstimulasi masyarakat yang lebih besar untuk memintanya menjadi pemimpin dalam teritori yang lebih besar. Hal tersebut memang sangat tidak asing dengan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo merupakan contoh sukses dari bertolaknya kepemimpinan lokal ke kepemimpinan nasional. Kepemimpinan berbasis teritori memang menjadi peluang yang paling koheren dalam memimpin teritori lainnya. Jika kita telaah lebih dalam, hal tersebut merupakan wujud nyata dari kontestasi kekuasaan antara pemimpin yang satu dengan yang lain. Kontestasi menjadi hal yang lazim diterapkan dalam pelbagai pemililihan kepemimpinan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB lll

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

             Pengertian kepemimpinan ada banyak sekali. Namun ada beberapa            pengertian yang dihimpun, di antaranya :

a.       Menurut Ordway Tead dalam Kartoni (2011: 80) kepemimpinan adalah kegiatan memengaruhi orang-orang agar mereka mau bekerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

b.      Soekarno (2002: 163) menyatakan bahwa kepemimpinan (Leadership) adalah kemampuan seseorang (yaitu pemimpin atau leader)  untuk memengaruhi orang lain (yaitu yang dipimpin atau pengikut-pengikutnya) sehingga orang lain tersebut bertingkah laku sebagaimana dikehendaki oleh pemimpin tersebut.

c.       Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge (2009) menyatakan bahwa " Leadership as the ability to influence a group toward the achievement of a vision or set of goals”  (Kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah prestasi dari suatu visi atau sasaran.

d.      Robert P. Vecchio (2006) dalam bukunya Organizational Behavior; Core Concept; menyatakan bahwa: "Leadership can

e.       be defined as a process through wich a person tries to get organizational members to do something that the person desires" (Kepemimpinan dapat digambarkan sebagai suatu proses seseorang untuk mencoba sampai kepada anggota organisasi dalam melakukan sesuatu yang orang menginginkannya)

Teori Kepemimpinan dapat dibedakan menjadi empat yaitu teori sifat, teori perilaku, teori situasional dan teori atribusi.

a.      Teori Sifat, Studi awal tentang kepemimpinan yang dilakukan  pada tahun 1940an-1950an memusatkan perhatian pada sifatsifat dari pemimpin.

b.      Teori Perilaku, Brittany sangat yakin bahwa kepemimpinan adalah keterampilan yang diperoleh. Pemimpin dibuat, bukan lahir.Mereka diciptakan dengan mengajari orang-orang serangkaian perilaku tertentu yang telah terbukti efektif.

c.       Teori Situasional, Selama akhir tahun 1960an, peneliti menyadari keterbatasan dari pendekatan perilaku, maka mereka kemudian mengembangkan suatu pendekatan baru tentang perilaku yang memusatkan pada teori situasional yang lebih komplek.

d.       Teori Keatribusian, Menurut model ini, bahwa pemimpin pada dasarnya adalah pengolah informasi. Dengan demikian pemimpin akan mencari berbagai informasi tentang mengapa sesuatu itu terjadi, dan mencoba mencari penyebabnya yang akan dipergunakan sebagai pedoman perilaku pemimpin.

           Mereka membagi sumber kekuasaan menjadi lima, yaitu Kekuasaan keahlian (expert power), Kekuasaan legitimasi (legitimate power), Kekuasaan referensi (referent power), Kekuasaan penghargaan (reward power), Kekuasaan paksaan (coercive power).

Pembicaraan mengenai kepemimpinan Indonesia sebenarnya persoalan yang sangat kompleks. Jika merujuk pada tataran diakronis, Indonesia terbagi atas beberapa rangkaian waktu. Rangkaian waktu yang paling nampak didasarkan pada sistem kepemimpinan negara, seperti masa kolonial Belanda, Jepang, Orde Lama, Orde Baru, Demokrasi, dan sebagainya. Rangkaian waktu yang lebih spesifik dapat didasarkan oleh pemimpin negara di kala itu. Pengelompokan kepemimpinan berdasarkan kepala negara sebenarnya merupakan hal yang cukup mudah untuk dilacak, alasannya setiap kepala negara mempunyai sistem baru dalam pemerintahannya. Seperti pada zaman Soekarno dengan rezim nasionalis-populisnya, lalu Suharto dengan rezim orde barunya, dan setelah Orba tumbang muncul rezim electrical regime.

  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka

 

 

 

Adiwilaga, Rendy.  Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia. Yogyakarta: CV. Budi Utama, 2018.

Afandi, Rahman. Efektivitas Kepemimpinan Transformasional Pesantren Bagi Peningkatan Mutu Lembaga Pendidikan Islam. Jurnal Kependidikan. Vol. 1, No. 1, 2013.

Duha, Timotius. Perilaku Organisasi. Yogyakarta: CV. Budi Utama, 2018.

Marianti, Maria M. Kekuasaan dan Taktik Mempengaruhi Orang Lain Dalam Organisasi. Jurnal Administrasi Bisnis. Vol. 7, No. 1, 2011.

Napitupulu, R, Putra, DH & Shalahuddin. Dasar-dasar Ilmu Kepemimpinan Teori dan Aplikasi. Ponorogo: Uwais Inspirasi Indonesia, 2019.

P. Robbins, Stephen dkk. Essentials of Organizational Behaviour. Canada: Library and Archives Canada Cataloguing in Publication, 2018.

Purnomo, Eko, Herlina, JS Saragih. Teori Kepemimpinan dalam Organisasi. Jakarta Selatan: Yayasan Nusantara Bangun Jaya, 2016.

Q. Badu, Syasu, Novianty, Djafri. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Gorontalo: Ideas Publishing, 2017.

Raditya, Michael HB. Kontestasi Kekuasaan dan Keteladanan Semu di Indonesia. Jurnal Ilmu Sosial dan Politik. Vol. 19, No. 1, 2015.

Solikin, A, Fathurrahman, H.M & Supardi. Pemimpin yang Melayani dalam Membangun Bangsa yang Mandiri. Anterior Jurnal. Vol. 16, No. 2, 2017.

Syafiie, Inu Kencana. Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia. Michigan: Universitas Michigan, 2003.

Tahir, Arifin.  Perilaku Organisasi. Yogyakarta: CV. Budi Utama, 2014.

Usman, Husaini. Kepemimpinan Efektif: Teori, Penelitian, dan Praktik. Jakarta Timur: PT. Bumi Aksara, 2019.

Yudiaatmaja, Fridayana. Kepemimpina. Jurnal Administrasi. Vol. 4, No. 2, 2017.



[1] Wayan Gede Supartha, Pengantar Perilaku Organisasi, (Denpasar: CV Setia Bakti, 2017), 75

[2] Husaini Usman, Kepemimpinan Efektif: Teori, Penelitian, dan Praktik, (Jakarta Timur: PT. Bumi Aksara,2019) hh 8-9

[3] Syasu Q. Badu dan Novianty Djafri, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi (Gorontalo: Ideas Publishing, 2017) hh 52

[4] Husaini Usman, Kepemimpinan Efektif: Teori, Penelitian, dan Praktik, (Jakarta Timur: PT. Bumi Aksara,2019) hh 9

[5] Timotius Duha, Perilaku Organisasi (Yogyakarta: CV. Budi Utama, 2018) hh 107

[6] Eko Purnomo dan Herlina JS Saragih, Teori Kepemimpinan dalam Organisasi (Jakarta Selatan: Yayasan Nusantara Bangun Jaya, 2016) hh 9-10

[7] Rendy Adiwilaga, Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia (Yogyakarta: CV. Budi Utama, 2018) hh 45

[8] Arifin Tahir, Perilaku Organisasi (Yogyakarta: CV. Budi Utama, 2014) hh 67-68

[9] Stephen P. Robbins dkk, Essentials of Organizational Behaviour (Canada: Library and Archives Canada Cataloguing in Publication, 2018) hh 224

[10] Ibid

[11] Fridayana Yudiaatmaja, Kepemimpinan, Jurnal Administrasi. Vol. 4, No. 2, Juni 2017, hh 31-32.

[12] Maria Merry Marianti, Kekuasaan dan Taktik Mempengaruhi Orang Lain Dalam Organisasi, Jurnal Administrasi Bisnis. Vol. 7, No. 1, September 2011, hh 45-46.

[13] Rahman Afandi, Efektivitas Kepemimpinan Transformasional Pesantren Bagi Peningkatan Mutu Lembaga Pendidikan Islam, Jurnal Kependidikan, Vol. 1, No. 1, Nopember 2013, h 99.

[14] Asep Solikin dan H.M Fathurrahman, Pemimpin yang Melayani dalam Membangun Bangsa yang Mandiri, Anterior Jurnal. Vol. 16, No. 2, Juni 2017, hh 95-97.

[15] Inu Kencana Syafiie,  Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia, (Michigan: Universitas Michigan, 2003), h 146.

[16] Michael HB Raditya, Kontestasi Kekuasaan dan Keteladanan Semu di Indonesia, Jurnal Ilmu Sosial dan Politik. Vol. 19, No. 1, Juli 2015, hh 4-9.

[17] Reimond Napitupulu dan Didi Hasan Putra. Dasar-dasar Ilmu Kepemimpinan Teori dan Aplikasi. (Ponorogo: Uwais Inspirasi Indonesia, 2019), hh 44-50.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH "KEPEMIMPINAN, PENDEKATAN DARI SEGI CIRI KHAS, PERILAKU PERORANGAN, DAN SEGI SIFAT"

  KEPEMIMPINAN, PENDEKATAN DARI SEGI CIRI KHAS, PERILAKU PERORANGAN, DAN SEGI SIFAT   Oleh : Ilma Ainur Rohmantiya (B94219078) Vina ...